Oleh: YB Mangunwijaya
Selaku blessing in disguise, salah satu
buah kolonialisme di negeri kita yang positif ialah rontoknya pendidikan cara
feodal itu bagian per bagian oleh hegemoni sistem Barat yang datang di
negeri-negeri jajahan.
Pendidikan Barat yang datang itu telah
mengalami metamorfosis dari manusia kolektivitas feodal hierarkis ke manusia
Renaissance (kelahiran kembali alam filsafati Yunani Antik yang sudah berhasil
melepaskan diri dari budaya mitologi dewa-dewi) dan Fajarbudi (Aufklaerung dari
yang disebut Kegelapan Abad-abad Pertengahan yang feodal) yang menempatkan
manusia tidak lagi hanya sebagai objek kekuasaan para bangsawan.
Tujuan hidup fana tidak lagi hanya selaku
persiapan melulu ke dunia akhirat, tetapi dihargai sebagai tujuan intrinsik dan
sejati pada dirinya (in sich, in ipso), tanpa harus mengingkari nilai hidup akhirat.
Metamorfosis filsafat manusia dengan
konsep dan citra manusia yang manusiawi serta diharapkan semakin manusiawi lagi
(humanior) berasal dari pandangan manusia sebagai citra Tuhan (Jadi ko-kreator)
dalam bangsa Hibrani, sementara benihnya telah ditanam di Indonesia oleh agama
Islam yang berakar sama dengan kaum Nasrani pada iman Nabi Ibrahim, yang
nantinya diekspresikan dalam Pancasila (khususnya sila ke-2) yang
dikumandangkan oleh Ir. Soekarno, seorang pribadi tokoh yang dalam porsi amat
besar adalah pendidikan Barat humanis juga.
* Penulis adalah pemerhati masalah
pendidikan, "meninggal dalam tugas" di seminar "Meningkat Peran
Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru," 10 Februari 1999.
Nukilan dari "Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat" hal. 98-99.
Penerbit Kanisius 1999.
Source : [ kolom NUKILAN ] pembelajar.com